Kamis, 05 Februari 2009

WAQAF

Berdasarkan dalil-dalil yang dikumpulkan dan kemudian disahkan dalam muzakarah pada tanggal 18-19 Nopember 2008 sebagai berikut :

A. TA’RIF/PENGERTIAN WAQAF
Pengertian waqaf pada loghat (bahasa) arabiah adalah habs (menahan), dan pada istilah syar’i adalah menahan harta dengan menghentikan tasarruf (transaksi) pada objek (benda) waqaf supaya di manfaatkan objek waqaf tersebut pada bukan maksiat dengan tetap kekal objeknya.

B. RUKUN WAQAF

1. Waqif (orang waqaf).
Syarat-sayaratnya adalah aqil, baligh, merdeka, cerdik.

2. Mauquf (barang atau benda yang di waqaf).
Syarat-syaratnya adalah ain yang tertentu, yang dimiliki oleh wakif, bisa dipindah kepemilikan, bisa diambil manfaatnya yang mubah dengan kekal ainnya.

3. Mauquf ’alaihi (tempat atau orang yang diwaqah untuknya).
Syarat-syaratnya adalah bisa dipermilikkan manfaat mauquf kepadanya pada saat waqaf, bukan maksiat dan maujud serta berkelanjutan.

4. Sighat waqaf (lafaz/iqrar waqaf) yaitu lafaz yang memberi faham bahwa siwaqif mewaqafkan hartanya kepada mauquf alaihi, baik jelas atau sindiran yang disertai dengan niat waqaf, maka apabila berkata siwaqif: Saya waqafkan hartaku ini maka tidak sah waqaf berdasarkan qawul adhar (perkataan Imam Syafi’e yang rajih),
قَالَ السُّبْكِيُّ : وَمَحَلُّ الْبُطْلَانِ أَيْ بُطْلَانِ الْوَقْفِ إذَا لَمْ يُبَيِّنْ الْمَصْرِفَ إذَا لَمْ يَقُلْ لِلَّهِ وَإِلَّا فَيَصِحُّ .لِخَبَرِ أَبِي طَلْحَةَ (رواه الشيخان) هِيَ صَدَقَةٌ لِلَّهِ ثُمَّ يُعَيِّنُ الْمَصْرِفَ . (حاشية تحفة لابن القاسم 6 كتاب الوقف)
Artinya: Berkata Subki: Dan tempat batal waqaf apabila tidak dijelaskan tempat penggunaannya apabila tidak disebutkan lillahi, dan jika tidak maka sah waqaf karena hadis Abi Thalhah: Dianya (kebunku) itu sedakah untuk Allah kemudian beliau menjelaskan tempat penggunaannya.

Maka hasil dari perkataan Subki itu empat kesimpulan yaitu :

1. Tidak sah waqaf menurut pendapat rajih jika tidak disebutkan lillahi dan masrafnya, seperti: Waqaftu haza (Aku waqafkan benda ini).

2. Sah waqaf jika disebutkan lillahi dan masrafnya, seperti: Waqaftu haza lillahi li binail masjidi (Aku waqafkan benda ini untuk Allah untuk membangun mesjid).

3. Sah waqaf bila disebutkan masrafnya saja, seperti: Wakaftu haza li binail masjidi (Aku waqaf benda ini untuk membangun mesjid).

4. Sah waqaf jika disebutkan lillahi saja, seperti: Wakaftu haza lillahi (Aku waqafkan benda ini untuk Allah), maka masrafnya adalah segala orang-orang fakir, demikian tersebut dalam Fatawa Alfiqhiah Alkubra bagi Ibnu Hajar Juz 3, beliau menjawab pertanyaan tentang waqahtu haza lillahi dengan katanya:
قِيَاسُ قَوْلِهِمْ لَوْ قَالَ أَوْصَيْت لِلَّهِ تَعَالَى صَحَّ وَصُرِفَ لِلْفُقَرَاءِ أَنَّهُ يُصْرَفُ هُنَا لِلْفُقَرَاءِ .ا هـ
Artinya: Kias perkataan mereka ulama: Jika berkata seseorang: Aku wasiatkan bagi Allah SWT, niscaya sah wasiat itu dan dipergunakan untuk segala fakir-fakir, maka pada perkataan siwaqif yang demikian sah juga waqaf itu dan dipergunakan untuk segala fakir-fakir.

Syarat-syarat sah lafaz waqaf adalah waqaf tidak dita’likkan (dikaitkan dengan sesuatu) dan tidak diwaktukan masa waqaf. Jika berkata seseorang pada tanah miliknya yang tertentu: Ja’altuhu masjida (aku jadikan tanah ini mesjid), maka jadilah tanah itu mesjid sejak dikatakan ja’altu sampai kiamat.

C. TENTANG NAZIR WAQAF.

Nazir waqaf adalah orang yang bertugas untuk mengurus, mengatur dan mempergunakan waqaf atau hasilnya sesuai ketentuan si waqif. Jika siwaqif dalam waqafnya menentukan nazir maka diikuti ketentuan tersebut, jika waqif tidak menentukan nazir maka nazir pada mauquf adalah Qadhi yang di angkat oleh Pemerintah atau orang yang diangkat oleh Qadhi untuk jadi nazir.

D. IBDAL/ISTIBDAL dan TAGHYIR

  1. Pengertian ibdal/istibdal dalam masalah waqaf adalah penukaran benda waqaf dengan benda lain sebagai gantinya, baik secara langsung atau tidak langsung.

  1. Tidak boleh ditukar harta waqaf kecuali ada sesuatu hal yang bersifat dharurah terhadap mauquf (harta waqaf), seperti dikhawatirkan terkena bencana longsor, maka pada saat itu boleh ditukar atau ganti rugi tanah waqaf tersebut kemudian dibeli tanah yang lain sejumlah harga ganti rugi

  1. Tidak boleh mengalih fungsikan harta wakaf apabila berubah nama mauquf dan merubah maksud orang wakaf, seperti mengubah dari mesjid menjadi toko, tetapi boleh menggunakan harta waqaf jika bersifat pinjaman selama tidak terganggu mauqufnya.

Pembimbing Muzakarah Ulama
Se-Kabupaten Aceh Utara

1. Tgk. HM.Amin Mahmud
2. Tgk. H.Ibrahim Berdan
3. Drs.Tgk. H.Ghazali Mohd. Syam



Mengetahui :
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Ulama
Kabupaten Aceh Utara

Tgk. H. Mustafa Ahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar